Tugas 6 Gangguan Kejiwaan Pada Manusia


Gangguan Kejiwaan Pada Manusia

Oleh
Helmi Habibi Hermansyah
NPM : 12519791
Kelas : 1PA09
Jurusan : Psikologi
Fakultas : Psikologi
                                                            



KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia, dan kemudahan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas dengan judul “Gangguan Kejiwaan Pada Manusia” ini dengan tepat waktu untuk memenuhi tugas dari Ibu Ratna Komala selaku  dosen Ilmu Budaya Dasar.
Penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Ratna Komala, selaku dosen mata kuliah Ilmu Budaya Dasar yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan danwawasan kami terkait dengan materi yang akan kami bahas.
Penulis mengetahui betul bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu, kritik dan saran  sangat diharapkan penulis agar dapat lebih baik lagi pada kemudian hari.



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………i
DAFTAR ISI  ………………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN  ……………………………………………………………………1
I.1. LATAR BELAKANG  ……………………………………………………………….......1
I.2. RUMUSAN MASALAH  ………………………………………………………………...2
I.3. TUJUAN PENULISAN  ……………………………………………………………….…2
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………………..…3
II.1. OBSESSIVE COMPUSIVE DISORDER (OCD) …………………………………….…3
II.1.1 JENIS GANGGUAN OCD ……………………………..…………….……..…3
II.1.2. DEFINISI OCD……………………………….. ……………………….……...3
II.1.3. GEJALA GANGGUAN OCD ………………………………………………....3
II.1.4. PENYEBAB OCD ……………………………………………………………..5
II.1.5. DAMPAK GANGGUAN OCD ……………………………………………….5
II.1.6. ALTRENATIF PENANGGULANGAN OCD ………………………………..6
II.2. KLEPTOMANIA ………………………………………………………………………..6
            II.2.1. JENIS GANGGUAN KLEPTOMANIA ………………………………………6
            II.2.2. DEFINISI KLEPTOMANIA …………………………………………………..6
            II.2.3. KARAKTERISTIK KLEPTOMANIA ………………………………………..7
            II.2.4. PENYEBAB KLEPTOMANIA …………………………………………….…8
            II.2.5. DAMPAK GANGGUAN KLEPTOMANIA ……………………………….…9
            II.2.6. ALTERNATIF PENANGGULANGAN KLEPTOMANIA ………………....10
II.3. SELF-INJURY ………………………………………………………………………....11
            II.3.1. JENIS GANGGUAN SELF-INJURY ………………………………………..11

            II.3.2. DEFINISI SELF-INJURY …………………………………………………....11
            II.3.3. KARAKTERISTIK SELF-INJURY ………………………………………....12
            II.3.4. PENYEBAB SELF-INJURY ………………………………………………...12
            II.3.5. DAMPAK GANGGUAN SELF-INJURY ………………………………..….13
            II.3.6. ALTERNATIF PENANGGULANGAN SELF-INJURY …………………....14
BAB III PENUTUPAN …………………………………………………………………...…16
III.1. KESIMPULAN …….……………………………………………………………...…..16
III.2. SARAN ………………………………………………………………………………..16
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………….17


BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia. (Keliat, 2011 ).
      Gangguan jiwa adalah suatu penyakit yang bisa terjadi pada semua orang dan tanpa mengenal ras ,budaya, anak-anak, dewasa, miskin ataupun kaya. Gangguan jiwa merupakan salah satu gangguan mental yang disebabkan oleh beragam faktor yang berasal dari dalam maupun luar. Gangguan mental ini dapat dikenali dengan perubahan pola pikir, tingkah laku, dan emosi yang berubah secara mendadak tanpa disertai alasan yang jelas. Stres yang menjadi pemicu awal terjadinya gangguan jiwa akan membuat seseorang tidak mampu beraktivitas secara normal. Jika stres ini tidak ditangani secara cepat maka akan  berlanjut pada gejala gangguan kejiwaan.
Pada umumnya terdapat beberapa fakor yang mempengaruhi kejiwaan seseorang yakni.Faktor Keturunan,Jika di dalam silsilah keluarga tersebut mempunyai riwayat ganguan jiwa maka keturunan – keturunan dari keluarga tersebut bisa dan sangat mungkin juga akan mengalami ganguan medis tersebut karena ada hubungan darah dari orang tua mereka yang menyebabkan si anak juga bisa mengalami ganguan jiwa tersebut. Faktor Lingkungan di sini juga bisa berpengaruh terhadap penyakit medis ganguan jiwa tersebut,contoh di dalam sebuah lingkungan ada seseorang yang mengalami suatu masalah atau juga miliki sebuah aib dan dalam lingkungan tersebut ada beberapa orang yang dengan sengaja mengucilkan dan mengejek orang tersebut,maka orang terbebut akan mengalami beban pikiran yang berat sehingga menyebabkan depresi yang mengakibatkan ganguan jiwa.Penggunaan obat-obat TerlarangPenggunaan obat – obattan terlarang yang bersifat adiksi untuk mengurangi stres akan tekanan hidup nyatanya justru dapat memicu terjadinya gejala gangguan kejiwaan pada si pemakainya tersebut,zat adiksi yang mempunyai efek ketergantungan bagi pemakainya ini akan merubah persepsi seseorang kedalam hal-hal yang dapat merusak saraf motorik didalam tubuh.Selain itu,proses berpikir yang melibatkan kinerja otak tidak akan berjalan sebagaimana mestinya akibat pengaruh dari zat adiksi yang terkandung didalam obat-obatan terlarang tersebut.


I.1. RUMUSAN MASALAH

1.      Apa saja macam-macam gangguan jiwa ?

2.      Apa itu Obsessive Compulsive Disorder ?

3.      Apa itu Kleptomania ?

4.      Apa itu Self-Injury ?

I.3. TUJUAN PENULISAN

Untuk mengetahui macam-macam gangguan jiwa dan penyebabnya serta bagaimana cara mengatasi gejala gangguan jiwa tersebut.




BAB II
PEMBAHASAN

II.1.          Obsessive Compulsive Disorder

II.1.1.     Jenis Gangguan OCD

Obsessive Compulsive Disorder (OCD) adalah jenis gangguan mental dimana penderitanya merasa harus melakukan suatu tindakan secara berulang-ulang. Bila tidak dilakukan maka penderitanya akan mengalami kecemasan atau ketakutan.

II.1.2.     Definisi OCD

Obsessive Compulsive Disorder (OCD) adalah sebuah gangguan kejiwaan yang merupakan kumpulan dari dua sikap utama yakni obsesif dan kompulsif. Obsesif adalah sikap dan pemikiran berulang yang menguasai individu tanpa dapat dikendalikan. Sedangkan kompulsif adalah dorongan yang tidak tertahankan bagi individu untuk melakukan sesuatu.

Gangguan mental ini merupakan gejala kegelisahan yang luar biasa. Penyandang OCD akan menampakkan gejala berupa sikap sikap berlebihan dalam kehidupan sehari-hari. Diantaranya sikap higenis yang berlebihan, mengecek segala sesuatu secara berulang-ulang, dan menginginkan semuanya berjalan dengan tepat tanpa ada kesalahan sedikitpun.

OCD ditandai oleh pikiran, desakan, atau gambar yang terus-menerus datang ke dalam pikiran seseorang yang membuatnya tertekan. Meskipun orang itu mungkin menyadari bahwa pikiran ini tidak berarti apa-apa atau tidak masuk akal, sangat sulit baginya untuk mengabaikan pikiran itu. Untuk mengurangi tekanan, orang itu merasa dipaksa melakukan tindakan berulang-ulang (misalnya memeriksa atau mencuci tangan berulang-ulang) atau kegiatan mental (misalnya mengulangi ‘angka keberuntungan’ di dalam kepala). Karena sejumlah besar waktunya dihabiskan untuk pikiran dan perilaku yang berulang-ulang ini setiap hari, OCD bisa mengganggu kehidupan seseorang secara serius, sehingga menciptakan tekanan yang ekstrim.

II.1.3.     Gejala Gangguan OCD

Gejala OCD meliputi pikiran yang mengganggu dan timbul terus menerus (obsesif), serta perilaku yang dilakukan berulang-ulang (kompulsif). Namun, beberapa penderita OCD hanya mengalami pikiran obsesif tanpa disertai perilaku kompulsif, atau sebaliknya.Pikiran dan perilaku ini dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, pekerjaan, dan hubungan sosial penderita, baik disadari maupun tidak.

Pikiran Obsesif

Obsesif adalah gangguan pikiran yang terjadi terus menerus dan menimbulkan rasa cemas atau takut. Semua orang kadang mengalami hal ini, tetapi pada penderita OCD, pikiran tersebut muncul berulang-ulang dan menetap. Pikiran obsesif bisa tiba-tiba muncul ketika penderita OCD sedang memikirkan atau melakukan hal lain.

Beberapa pikiran obsesif antara lain:

-          Takut kotor atau terkena penyakit, misalnya menghindari bersalaman dengan orang lain atau menyentuh benda yang disentuh banyak orang.

-          Sangat menginginkan segala sesuatu tersusun selaras atau teratur dan tidak senang bila melihat sekumpulan benda menghadap ke arah yang berbeda.

-          Takut melakukan sesuatu yang bisa berdampak buruk pada diri sendiri dan orang lain, misalnya merasa ragu apakah sudah mematikan kompor atau mengunci pintu.

Perilaku Kompulsif

Kompulsif adalah perilaku yang dilakukan berulang-ulang, guna mengurangi rasa cemas atau takut akibat pikiran obsesif. Perasaan lega sesaat bisa muncul setelah melakukan perilaku kompulsif, namun kemudian gejala obsesif akan muncul kembali dan membuat penderita mengulangi perilaku kompulsif.

Penderita OCD bisa saja menyadari bahwa perilaku yang mereka lakukan berlebihan. Akan tetapi, mereka merasa harus melakukannya dan tidak dapat menghentikannya.

Gejala perilaku kompulsif meliputi:

-          Mencuci tangan berkali-kali sampai lecet.

-          Menyusun benda menghadap ke arah yang sama.

-          Memeriksa berulang kali apakah sudah mematikan kompor atau mengunci pintu.

Gejala gangguan obsesif kompulsif sering kali menyerang di awal usia dewasa dan cenderung memburuk seiring usia penderita bertambah. Selain memburuk seiring bertambahnya usia, gejala OCD juga semakin parah bila penderita mengalami stres.

II.1.4.     Penyebab OCD

Penyebab gangguan obsesif kompulsif belum diketahui secara pasti, tetapi kondisi ini diduga terkait dengan faktor genetik, lingkungan, dan perubahan pada senyawa kimia otak.

Di samping itu, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami gangguan obsesif kompulsif, antara lain:

-          Memiliki orang tua atau saudara kandung yang menderita gangguan obsesif kompulsif.

-          Menderita gangguan mental lain, seperti gangguan kecemasan, gangguan bipolar, depresi, atau sindrom Tourette

-          Pernah mengalami peristiwa yang menyebabkan trauma atau stress seperti perundungan (bullying), kekerasan fisik, atau pelecehan seksual.

-          Memiliki kepribadian yang sangat disiplin, terlalu teliti, serta ingin semua hal terlihat rapi.

Pada anak-anak, infeksi bakteri Streptococcus dapat membuat gejala OCD timbul secara mendadak atau memburuk tiba-tiba.

II.1.5.     Dampak Gangguuan OCD

OCD memiliki dampak sangat mendalam pada kualitas hidup. Tanpa perawatan, itu bisa sangat melumpuhkan aktivitas hidup secara keseluruhan.

Beberapa obsesi umum yang terkait dengan OCD meliputi:

·         Kecemasan tentang kuman dan kotoran, atau takut kontaminasi

·         Butuh komitmen

·         Khawatir bahwa pikiran atau kompulsi akan membahayakan orang lain

·         Merasa menjaga orang lain aman padahal sebaliknya

·         Khawatir bila melewatkan hal-hal yang nilainya kecil atau tidak sama sekali

·         Muncul pikiran atau gambaran yang mengganggu tentang diri atau orang lain

II.1.6.   Alternatif Penanggulangan OCD

Pengobatan untuk OCD termasuk terapi obat-obatan dan psikoterapi. Sebagian besar penderita menerima kedua metode pengobatan secara bersamaan untuk mencapai hasil yang lebih baik.

1. Terapi obat-obatan

            Pada sebagian besar kasus, diresepkan penghambat ambilan kembali serotonin secara selektif (SSRI) atau antidepresan trisiklik (TCA). Jika diperlukan tranquilizers juga bisa diresepkan.

2. Psikoterapi

            Terapi perilaku kognitif adalah pengobatan yang efektif untuk OCD. Terapi ini dirancang untuk membantu individu untuk mengubah pemikiran mereka yang tidak rasional yang memicu kecemasan, dan menghadapi objek atau situasi yang ditakuti secara bertahap (misalnya objek yang dianggap sangat tercemar). Melalui perubahan pemikiran dan pengalaman, kecemasan dan kompulsif seseorang bisa dikurangi. Pada awalnya, individu akan merasa tidak nyaman ketika menghadapi objek atau situasi yang ditakuti dalam terapi, tapi dengan pemaparan berulang-ulang kecemasan akan berkurang secara bertahap.

Partisipasi aktif dalam terapi dari individu penderita OCD dan anggota keluarga mereka (misalnya dengan pengawasan dan dukungan) adalah penting untuk pengobatan yang efektif.

II.2.          Kleptomania

II.2.1.     Jenis Gangguan Kleptomania

Kleptomania atau klepto adalah kondisi gangguan perilaku yang dilakukan dengan mencuri atau mengutil. Kondisi ini bisa kambuh dan orang tersebut sering mengalami kesulitan menahan keinginan untuk mencuri barang.

umumnya barang yang dicuri adalah barang yang tidak ia butuhkan dan tidak berguna. Beberapa orang dengan kondisi ini bahkan termasuk orang dengan ekonomi berkecukupan.  Kleptomania adalah gangguan kesehatan jiwa serius yang dapat menyebabkan luka batin mendalam bagi Anda dan orang-orang terdekat jika tidak terobati

II.2.2.     Definisi Kleptomania 
Kleptomania diuraikan pada DSM-III-R sebagai “kegagalan berulang untuk menahan implus mencuri barang yang tidak diperlukan untuk pribadi dan nilai harganya”. Biasanya individu mempunyai cukup uang untuk membelinya, dibuka, dibuang, dikembalikan, dan disembunyikan merupakan suatu gangguan psychis (gangguan kejiwaan) yang disebabkan oleh pengalaman dan perilaku masa kecil yang mendalam dan banyak faktor yang membuat kebiasaan itu semakin tumbuh berkembang. Sehingga pengidap kleptomania juga bisa didiagnosa dan diobservasi dari kebiasaan dan kelakuan yang di lakukan ketika melihat barang atau sesuatu yang dimiliki orang lain. orang yang mengidap kleptomania adalah orang yang tidak bisa mengontrol dirinya untuk menahan keinginan mengambil sesuatu milik orang (melakukan pencurian). Tidak ada batasan umur atau jabatan atau orang itu kaya dan miskin, wanita atau pria, anak atau dewasa. Kleptomania bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana pun berada.

Kleptomania bukan penyakit turunan tetapi kleptomania dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga, dalam lingkungan keluarga terutama orangtua akan menentukan bagaimana kemampuan kontrol diri seseorang . Faktor internal yang mempengaruhi kontrol diri seseorang adalah faktor usia dan kematangan. Semakin bertambahnya usia maka akan semakin baik kontrol dirinya. Individu yang matang secara psikologis juga akan mampu mengontrol perilakunya karena telah mampu mempertimbangkan mana hal yang baik dan yang tidak baik bagi dirinya.

II.2.3.     Karakteristik Kleptomania

Menurut Lemmert (1951) banyakan pengidap kleptomania sebetulnya sudah harus diketahui lebih dini oleh para anggota keluarganya dengan kejadian di sekitar rumah atau dilingkungan masyarakat. Pengidap penyakit kleptomania biasanya tahu kalau di tempat seperti itu ada resiko tertangkap tetapi merasa tertantang untuk melakukan pencurian,meskipun sudah timbul rasa takut dan menyesal tetapi dorongan untuk mencuri akan muncul lagi secara spontan atau saat depresi atau stress sehingga perilaku kleptomania terus berulang.Kleptomania bisa disebabkan juga oleh beberapa faktor selain genetik, tetapi kebanyakan yang terjadi adalah ketika masa muda mereka kurang perhatian dan banyak menghadapi masalah.

Menurut Handoko dan Swastha (1987 ) merupakan sifat dasar yang dimiliki seseorang yang lebih menonjol dan bisa mengenal seseorang dari karakteristik perilaku sebagai Kerangka pemikiran Perilaku anak penderita. Ada dua alasan yang mengharuskan seseorang individu mengontrol perilakunyaantara lain :

1. Kontrol Kognitif (Cognitive Control) Kemampuan individu utuk mengelola informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai,atau memadukan suatu kejadiandalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan. Kemampuan ini meliputi kemampuan untuk mengantisipasi peristiwa atau keadaan melalui berbagai pertimbangan secara relative objektif dan ini didukung oleh informasi yang dimilikinya serta kemampuan untuk menafsirkan peristiwa atau keadaan dengan cara memperhatikan segi-segi positif.

2. Kontrol Perilaku  (Behavior Control) Merupakan kesiapan atau kemampuan seseorang untuk memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku dalam hal ini berupa kemampuan untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi, dirinya sendiri, orang lain, atau sesuatu di luar dirinya.

3. Kontrol Dalam Pengambilan Keputusan (Decision Making) Tidak mampu melakukan pilihan  yang benar terhadap dua prilaku yang bertentangan. Disatu sisi ia menyadari bahwa apa yang akan dilakukanya itu adalah salah, tidak seharusnya ia melakukannya, namun pada sisi lainnya dorongan yang terjadi padanya begitu kuat sehingga ia tidak dapat menahannya. Selain itu dari hasil penelitian ini juga didapat bahwa perilaku kleptomaniayang terjadi dan kemampuan kontrol diri yang rendah yang dimiliki oleh subyek adalah karena faktor orangtua. Kurangnya perhatian, arahan, dan kasih sayang dari kedua orangtua menyebabkan tidak dapat mengembangkan kontrol terhadap dirinya(Booth, 1984).

Hal yang penting yang dimiliki oleh seorang kleptomania, jika kontrol diri penderita rendah, maka akan semakin sulit untuk menahan implus yang datang secara tiba – tiba. Dan jika kontrol dirinya cukup baik, maka kemungkinan ia akan lebih dapat menahan dorongan yang timbul dan akan mampu mengendalikan dirinya.

II.2.4.        Penyebab Kleptomania

Penyebab kleptomania tidak diketahui. Beberapa dokter memandang kleptomania sebagai bagian dari gangguan obsesif-kompulsif. Alasannya, bagi para dokter, perilaku klepto bisa diartikan sebagai instruksi yang tidak diinginkan oleh mental pasien.

Selain itu, ada juga bukti lain yang cenderung menunjukkan bahwa orang dengan gangguan klepto dipengaruhi oleh gangguan mood seperti depresi. Teori lain menduga adanya perubahan di dalam otak mungkin merupakan penyebab kondisi ini. Berikut dugaannya:

1. Masalah pada serotonin di dalam otak

Serotonin adalah zat kimia alami yang diproduksi tubuh. Serotonin terbuat dari asam amino dan zat ini bisa ditemukan di otak, sistem pencernaan dan trombosit manusia. Fungsi zat ini juga penting untuk mengatur suasana hati dan emosi. Terkadang kadar zat serotonin yang rendah bisa membuat seseorang jadi berlaku impulsif. Peneliti menyimpulkan bahwa orang yang klepto mengalami gangguan pada serotonin di otaknya. Ini diperkuat dengan suasana hati yang suka berubah hingga bertindak mencuri alias klepto tanpa memikirkan risikonya.

2. Opioid dalam otak tidak seimbang kadarnya

Pemakaian narkoba, ganja, dan obat terlarang lainnya bisa bikin opioid dalam otak tidak dalam jumlah yang normal. Banyak pula orang yang jadi candu dengan hal-hal terlarang tersebut. Efek dari opioid di otak yang tidak seimbang adalah bisa menyebabkan gangguan adiktif pada seseorang. Gangguan ini bisa berupa kesulitan diri untuk menahan melakukan sesuatu, salah satunya adalah mencuri.

3.    Memiliki gangguan adiktif

Mungkin pada awalnya tindakan mencuri ini dilakukan karena terpaksa akibat kesulitan ekonomi. Setelah berhasil melakukan pencurian sekali, dua kali, dan seterusnya, mencuri bisa jadi kebiasaan dan membuat ketagihan. Kenapa? Mencuri dapat melepaskan dopamin, yaitu hormon yang merangsang perasaan senang. Nah, perasaan tegang, senang, dan lega yang dilakukan setelah dan selama mencuri tersebut, kemungkinan menjadi dorongan seseorang untuk melakukannya berulang kali.

II.2.5.     Dampak Kleptomania

Sejumlah dampak yang terdapat pada penderita kleptomania adalah:

·         Penderita kleptomania selalu gagal menolak dorongan yang kuat untuk mencuri, meski barang yang dicuri adalah sesuatu yang tidak berharga dan tidak mereka butuhkan. Hal ini berbeda dari pencurian kriminal yang mencuri barang berharga dan bernilai tinggi.

·         Penderita umumnya merasa cemas dan tegang saat hendak melakukan pencurian, lalu timbul rasa senang dan puas setelah berhasil melakukan aksinya. Kemudian, muncul rasa bersalah, menyesal, malu, dan takut tertangkap. Namun demikian, mereka tetap tidak bisa menahan diri untuk mengulangi perbuatannya.

·         Penderita kleptomania umumnya melakukan aksinya secara spontan dan seorang diri, berbeda dengan pencuri kriminal yang sering melibatkan orang lain, dan menyusun rencana sebelum mencuri. Barang yang dicuri juga jarang digunakan untuk dirinya sendiri. Penderita kleptomania umumnya membuang barang curian tersebut, atau memberikannya ke teman atau keluarga.

·         Pencurian yang mereka lakukan juga tidak berhubungan dengan respons terhadap delusi atau halusinasi. Bukan juga karena luapan kemarahan atau balas dendam.

II.2.6.     Alternatif Penanggulangan Kleptomania

Meski kleptomania tidak bisa disembuhkan, namun kondisi ini bisa ditangani dengan bantuan medis. Pengobatan yang diberikan umumnya adalah kombinasi antara psikoterapi dan obat-obatan.

Jenis psikoterapi yang umumnya diterapkan pada penderita kleptomania adalah terapi perilaku kognitif. Melalui metode ini, pasien akan diberikan gambaran mengenai perbuatan yang dia lakukan serta akibat yang bisa diterima, seperti berurusan dengan pihak berwajib. Melalui gambaran tersebut, pasien diharapkan bisa menyadari bahwa pencurian yang dia lakukan merupakan tindakan yang salah. Pasien juga akan diajarkan cara melawan atau mengendalikan keinginan kuatnya dalam mencuri, misalnya dengan teknik relaksasi.

Untuk obat-obatan, dokter akan meresepkan obat antidepresan jenis selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI). Obat ini bekerja dengan membuat serotonin bekerja lebih efektif. Serotonin yang bekerja efektif dalam otak bisa membantu mengurangi menstabilkan emosi. Dokter juga bisa memberikan obat opioid antagonist yang berfungsi untuk menurunkan dorongan mencuri dan rasa senang yang timbul setelah mencuri.

 Pengobatan yang berkelanjutan sangat dibutuhkan untuk mencegah kleptomania kambuh. Jika gejala sudah membaik namun timbul keinginan untuk mencuri lagi, segera temui dokter.


II.3.          Self-Injury

II.3.1.     Jenis Gangguan Self-Injury

Self-injury adalah perilaku menyakiti dan melukai diri sendiri yang dilakukan secara sengaja. Ini merupakan salah satu bentuk dari gangguan perilaku yang terkait dengan sejumlah penyakit kejiwaan.

II.3.2.     Definisi Self-Injury

Self-Injury atau kebiasaan menyakiti diri sendiri ini merupakan salah satu masalah dalam dunia psikologi. Self-Injury berbeda dengan psikopat, biasanya penderita cenderung melakukan penganiayaan hingga pelecehan terhadap diri mereka sendiri secara impulsif sebagai bentuk dari pelampiasan peraasaan atau emosi tanpa bermaksud untuk bunuh diri. Dilansir dari Mental Health America, sebuah studi mengungkapkan bahwa metode atau cara yang paling umum dilakukan oleh penderita self-Injury antara lain:

            1.    Menyayat kulit sebanyak 70-9-%

            2.    Membenturkan kepala atau memukul diri sendiri sebanyak 21-44%

            3.    Melakukan pembakaran ringan pada anggota tubuh sebanyak 15-35%

4.    Luka lainnya seperti menggores anggota tubuh sampai mengeluarkan darah, memasukkan sesuatu ke dalam tubuh, sampai mengonsumsi detergen atau pemutih.

Siapapun berpotensi menderita Self-Injury karena hal ini merupakan gangguan psikologi. Namun sebuah penelitian di Amerika menunjukkan bahwa gangguan psikologi ini paling banyak terjadi pada mahasiswa dengan kisaran 17-35% disusul remaja dengan angka 15% dan orang dewasa sebanyak 4%.

Disebutkan seseorang melakukan tindakan menyakiti diri sendiri sebagai bentuk ungkapan perasaan mereka. Umumnya mereka yang senang menyakiti diri sendiri merupakan orang-orang yang merasa kosong dan merasa sulit dipahami oleh orang lain. Penderita juga mudah merasa kesepian dan tidak siap akan tanggung jawab orang dewasa.

Untuk menyalurkan emosi dan perasaan mereka, akhirnya penderita gangguan psikologi ini melakukan tindakan-tindakan menyakiti diri sendiri seperti yang menyayat kulit hingga membenturkan kepala. Selain itu Self-Injury juga biasa dilakukan sebagai bentuk mencari perhatian, menyelesaikan konfilk batin maupun bentuk ketidaksetujuan terhadap orang lain.



II.3.3.     Karakteristik Self-Injury

Orang yang memiliki tendensi untuk menyakiti diri sendiri sering kali tidak menunjukkan gejala yang khas. Perilaku self-injury tersebut biasanya dilakukan pada saat mereka sendirian, dan tidak di tempat umum.

Namun, beberapa ciri berikut mungkin menandakan seseorang memiliki kecendurungan untuk menyakiti diri sendiri:

·         Memiliki sejumlah luka di tubuhnya, seperti luka sayat di pergelangan tangan, luka bakar di lengan, paha, dan badan, atau memar di buku jari-jari tangan. Umumnya mereka akan menyembunyikan luka tersebut dan akan menghindar bila ditanya apa penyebabnya.

·         Memperlihatkan gejala depresi, seperti suasana hati yang buruk, sering merasa sedih, menangis, dan tidak memiliki motivasi dalam hidup.

·         Sulit bersosialisasi, baik di lingkungan rumah, sekolah, maupun tempat kerja. Mereka lebih suka menyendiri dan enggan berbicara dengan orang lain.

·         Cenderung tidak percaya diri atau menyalahkan diri sendiri atas masalah apa pun yang terjadi.

·         Sering mengenakan pakaian yang menutupi seluruh tubuh, untuk menyembunyikan luka.

Perilaku mencederai diri sendiri berisiko menimbulkan luka fisik yang fatal, serta meningkatkan risiko bunuh diri. Lantaran aksi nekatnya, tak jarang pelaku self-injury harus dirawat di rumah sakit atau bahkan berakhir dengan kecacatan permanen hingga kematian.

II.3.4.    Penyebab Self-Injury

Self-injury dilakukan untuk melampiaskan atau mengatasi emosi berlebih yang tengah dihadapi, misalnya stres, marah, cemas, benci pada diri sendiri, sedih, kesepian, putus asa, mati rasa, atau rasa bersalah. Bisa juga sebagai cara untuk mengalihkan perhatian dari pikiran yang mengganggu.

Berbagai emosi tersebut bisa muncul akibat dari :
·         Masalah sosial

Perilaku self-injury rentan terjadi pada orang yang sedang mengalami kesulitan hidup dan masalah sosial, misalnya menjadi korban bully (perundungan) di sekolah, atau tertekan dengan tuntutan dari orang tua dan guru.

Bisa juga karena sedang konflik dengan keluarga, pasangan, dan teman, atau mengalami krisis identitas yang menyangkut orientasi seksual.

·         Trauma psikologis

Kehilangan orang yang dicintai dan menjadi korban kekerasan emosional, fisik, atau seksual bisa membuat seseorang merasa hampa, mati rasa, dan rendah diri. Mereka menganggap dengan menyakiti diri sendiri bisa mengingatkan dirinya bahwa ia masih hidup dan merasakan sesuatu layaknya orang lain.

·         Gangguan mental

Self-injury ini juga bisa muncul sebagai gejala dari beberapa penyakit mental, seperti gangguan mood, depresi, gangguan makan, gangguan stres pascatrauma (PTSD), gangguan penyesuaian, atau gangguan kepribadian ambang.

II.3.5.    Dampak Gangguan Self-Injury

Penderita Self-Injury biasanya memiliki banyak luka di tubuh mereka dan agar tidak menarik perhatian mereka akan berkilah luka-luka itu didapat dari peristiwa kecelakaan atau insiden. Namun selain dari luka di tubuh, penderita gangguan psikologi ini juga memiliki beberapa dampak sebagai berikut:

1.    Memiliki harga diri rendah

Penderita self injury seringkali memiliki harga diri yang rendah. Mereka merasa tidak pantas untuk dicintai dan bahagia. Oleh karena itu mereka melampiasan kekesalan mereka dengan menyakiti diri sendiri.

2.    Kesulitan bersosialisasi

Kesulitan dalam bersosialisasi juga merupakan ciri-ciri dari penderita self injury. Mereka biasanya adalah pribadi yang menutup diri dan berusaha menyelesaikan masalah mereka sendiri tanpa ingin ada campur tangan orang lain yang mungkin bisa meringankan beban mereka.

3.    Tindak menonjol di lingkungan sosial

Kesulitan bersosialisasi tidak selalu sama dengan tidak menonjol di lingkungan sosial. Karena seseorang bisa saja menonjol di lingkungan sosial namun membatasi diri dari pergaulan. Yang diderita oleh self injury, mereka cenderung tidak menonjol di lingkungan sosial seperti kantor atau sekolah. Sebab dengan menonjolkan diri sama saja membuka akses bagi orang-orang untuk bertanya kehidupan mereka termasuk luka-luka yang mereka dapatkan.

II.3.6.    Alternatif Penanggulangan Self-Injury

Pelaku self-injury perlu mendapatkan perawatan khusus dari ahli kejiwaan, baik psikolog ataupun psikiater. Psikolog atau psikiater akan melakukan pemeriksaan untuk mendiagnosis perilaku self-injury dan menentukan penyebabnya. Penanganan akan diberikan sesuai penyebab munculnya perilaku ini.

Secara umum beberapa langkah penanganan pada penderita self-injury meliputi:

·         Perawatan medis

Penderita self-injury yang mengalami luka atau masalah kesehatan lain, perlu segera mendapat pertolongan medis, baik berupa rawat jalan maupun rawat inap.

·         Terapi dan konseling

Terapi dan konseling dengan psikiater atau psikolog bertujuan untuk mencari tahu penyebab tindakan self-injury, sekaligus menemukan cara terbaik untuk mencegah pasien melakukan tindakan ini lagi. Jenis terapi yang bisa dilakukan antara lain psikoterapi, terapi perilaku kognitif, terapi kelompok, dan terapi keluarga.

Selain menjalani terapi dan pengobatan di atas, orang yang memiliki tendensi untuk menyakiti diri sendiri juga disarankan untuk:

-          Tidak menyendiri. Carilah dukungan sosial dan psikologis dari teman, keluarga, atau kerabat dekat.

-          Menyingkirkan benda-benda tajam, zat kimia, atau obat-obatan yang bisa digunakan untuk melukai diri sendiri.

-          Bergabung dengan kegiatan-kegiatan positif, misalnya klub olahraga atau fotografi.

-          Mendalami hobi, seperti bermain musik atau melukis, guna membantu mengekspresikan emosi dengan cara yang positif.

-          Menghindari konsumsi minuman keras dan narkoba.

-          Mengalihkan perhatian ketika ada keinginan untuk melakukan self-injury.

-          Rutin berolahraga, mencukupi waktu tidur dan istirahat, serta mengonsumsi makanan yang bergizi seimbang.

Menyakiti diri sendiri (self-injury) adalah salah satu bentuk gangguan perilaku yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Perilaku self-injury membutuhkan penanganan dari psikolog atau psikiater, terlebih jika kondisi ini berhubungan dengan gangguan mental tertentu.

BAB III

PENUTUPAN

III.1.      KESIMPULAN

      Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa 2 faktor utama seseorang mengalami gangguan jiwa yaitu faktor keturunan dan faktor lingkungan, dan penyebab utama seseorang bisa mengalami gangguan jiwa adalah dikarenakan penderita memiliki stress yang tak tertahankan sehingga muncul lah gangguan jiwa tersebut. Apabila memiliki salah satu gejala-gejala gangguan jiwa maka hendaklah pergi ke dokter secepatnya.

III.2.      SARAN

      Dengan dibuatnya makalah yang berjudul “Gangguan Kejiwaan Pada Manusia, semoga dapat bermanfaat bagi kami khususnya selaku penyusun dan pembaca umumnya.


DAFTAR PUSTAKA































           












Komentar

Postingan Populer